Jumat, 10 April 2009

PEMILU 2009 , apakah membawa perubahan?



Oleh : Budi Usman ,Mantan Wakil Ketua Panwaslu Kabupaten Tangerang



Quick Qount LSI : Partai Demokrat Menang.
Hasil hitung cepat ( quick count ) Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menunjukkan, partai Demokrat yang identik dengan SBY itu untuk nasional memperoleh 20,36 persen suara, disusul Golkar 14,77 persen suara dan PDI Perjuangan 14,54 persen suara.

Direktur Eksekutif LSI Denny JA mengatakan, quick count di tujuh provinsi besar, Demokrat unggul di lima provinsi. Demokrat hanya kalah di Jawa Tengah oleh PDI Perjuangan, dan di Sulawesi Selatan oleh Golkar. Tujuh provinsi besar ini, menurut Denny, mampu mewakili 70 persen populasi pemilih di Indonesia."Sehingga bisa dipastikan Demokrat unggul di hampir seluruh provinsi, kecuali di Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan," ungkap Denny, dalam jumpa pers di kantor LSI, Jalan Pemuda 70, Jakarta Timur, Kamis (9/4) malam.


Sebelum, selama, dan setelah masa kampanye Pemilu 2009, saya cukup banyak membaca tulisan, berita, hasil survei, dan segala sesuatu yang terkait dengan Pemilu 2009. Sedikit banyak saya punya ketertarikan dengan politik namun saya sama sekali tidak berminat ikut politik praktis (misalnya menjadi kader parpol, anggota parpol, apalagi jadi caleg). Saya sudah senang menjadi seorang guru saja. Soal politik, saya cukup menjadi seorang pemerhati sajalah.
Pada Pemilu 2009 ini, untuk pertama kalinya kita memilih caleg pada kertas suara dengan cara mencentang (V) atau mencontereng, meskipun masih dibenarkan kita hanya mencentang nama atau gambar parpol bila kita bingung memilih caleg yang mana (yang sebagian besar tidak kita kenal). Meskipun mencentang nama caleg sudah disosialisasikan jauh-jauh hari (yang saya rasa sosialisasinya kurang maksimal), namun saya yakin sebagian besar orang tetap berpikir menentukan parpol dulu, baru kemudian memilih calegnya (kalau mau). Jadi, harapan para politisi agar rakyat memilih caleg tanpa melihat parpol sepertinya mustahil. Peralihan dari sistem lama ke sistem baru sepertinya membutuhkan waktu yang cukup lama, mungkin 5 atau 10 tahun lagi.

Masa kampanye telah berakhir. Kampanye terbuka yang berlangsung 3 minggu kemaren terasa biasa-biasa, tidak gegap gempita seperti 5 tahun lalu, bahkan terkesan lengang. Hanya beberapa parpol besar yang berhasil mengumpulkan massa cukup banyak (yang mungkin sebagian dari massa itu datang karena ‘dibayar’ oleh para calegnya), sementara sebagian besar kampanye parpol sepi peminat. Rupanya rakyat kita sudah cerdas, mereka tidak tertarik lagi mengikuti model kampanye yang diisi dengan obral janji dan pagelaran musik dangdut. Siapa yang mau berpanas-panas dan berhujan ria mendengar orasi politik yang penuh dengan janji-janji. Mendingan di rumah atau bekerja saja ketimbang menghadiri rapat massa.
Menurut saya, kampanye parpol tidak banyak mempengaruhi pilihan pemilih. Sebagian besar pemilih kita sudah mempunyai pilihan parpol mana yang akan dia pilih tanggal 9 April nanti. Persepsi pemilih tentang parpol sudah dibentuk jauh-jauh hari sebelum masa kampanye. Berbagai berita yang berseliweran di media massa ikut andil membentuk opini pemilih terhadap parpol.
Nah, saya punya prediksi sendiri mengenai hasil Pemilu 2009. Ini hanya prediksi pribadi yan didasarkan dari hasil pengamatan dan membaca berbagai berita serta hasil survei yang setiap hari muncul di bebragai portal kita. Sedikit banyaknya hasil survei itu mengandung kebenaran meskipun tidak sampai 90%.
Menurut saya nih, prediksi peringkat perolehan suara parpol pada 9 April nanti adalah sebagai berikut:
1. Partai Demokrat
2. PDIP
3. Golkar
4. PKS
5. PAN
6. PPP
7. Gerindra
8. PKB
9. Hanura
Sebagai catatan, untuk nomor 5 sampai 8 urutannya masih cair, jadi masih bisa berubah lagi. Tetapi untuk nomor 1 hingga 4 kayaknya tidak akan berubah.
Analisisnya sebagai berikut:
1. Partai Demokrat
Partai ini diprediksi sebagai pemenang. Sosok SBY yang bersih dan beriwibawa serta keberhasilannya selama menjadi Presiden sangat menentukan citra Partai Demokrat. Sebagai partai Pemerintah, jelas Partai Demokrat mempunyai akses politik yang kuat untuk membangun jaringan. Iklannya berseliweran setiap hari di layar televisi maupun di media cetak. Selama masa kampanye, partai ini paling banyak menghadirkan massa di berbagai wilayah Indonesia. Waktu kampanye di Serang, saya sampai susah payah mencari jalan alternatif untuk sampai ke Jalan ciceri, sebab area kawasan Alun-alun Serang macet total dipenuhi lautan massa kampanye. Kira-kira peroleh suara partai ini di atas 20%.
2. PDIP
PDIP pernah menjadi partai pemenang Pemilu pada tahun 1999 dan 2004. Tetapi, saat ini citra PDIP mulai pudar. Megawati sebagai tokoh sentral di partai ini sudah tidak sehebat dulu lagi. Hasil survei capres menempatkan popularitas Mega jauh di bawah SBY. Di Indonesia sosok figur sangat menentukan masa depan partai. Jika figurnya mulai pudar, maka citra partainya pun ikut pudar. Otoriterisme Megawati di PDIP membuat kawan-kawan politiknya menjauh dan bergabung dnegan partai lain, sebut saja Permadi, Laksamana Sukardi, Eros Djarot, dll. Menurut prediksi saya, PDIP akan memperoleh suara antara 15% hingga 18%.
3. Golkar
Partai ini masih mempunyai taji yang kuat, namun sebagaimana PDIP, citranya sebagai partai “tua” sudah mulai digerogoti pendatang baru seperti Gerindra dan Hanura. Golkar juga tidak punya figur yang kuat seperti Demokrat dan PDIP. Jusuf Kalla hanya populer di kawasan Timur, namun kurang populer di kawasan barat Indonesia. Namun, gebrakan Jusuf Kalla baru-baru ini dengan mengiklankan sepatu Cibaduyut dapat membuat golongan bawah — terutama pelaku UKM — untuk kembali memilih Golkar, minimal pengrajin sepatu Cibaduyut yang tiba-tiba beken karena iklan sepatu JK. Saya perkirakan suara Golkar tidak jauh beda dengan PDIP sekitar 15% hingga 18%.
4. PKS
Dulu diprediksi PKS bisa menjadi 3 besar Pemilu seteleh PDIP dan Golkar. Tetapi, hasil pengamatan saya beberapa bulan terakhir menunjukkan suara PKS cenderung mengalami penurunan dan terlempar ke nomor 4. Sebagai partai yang anggotanya “bersih” dari korupsi dan skandal, ternyata hal ini menjadi bumerang. Banyak pihak yang tidak senang dengan citra PKS yang mengusung jargon bersih ini. Fitnah, selentingan miring, dan berbagai cobaan datang ke partai ini. Berbagai pencitraan negatif dibentuk melalui serangkaian opini dan berita gelap untuk memojokkan PKS. Semua itu ikut andil untuk membuat persepsi pemilih menjauh dari PKS. Namun jika dikelola dengan baik, cobaan tersebut dapat berubah menjadi bentuk simpati masyarakat bagi PKS sebagai partai yang “dianaiya”. Tapi hal itu berat mengingat waktu tinggal 3 hari lagi? Menurut saya, faktor penurunan suara PKS juga disebabkan oleh kesalahan strategi PKS itu sendiri. Kasus yang tidak bisa dilupakan adalah membuat iklan yang mensejajarkan Soeharto sebagai pahlawan, setara dengan pahlawan lain seperti Imam Bonjol, Diponegoro, Jenderal Sudriman, dll. Karena Pak Harto masih mempunyai citra kurang baik di mata masyarakat, maka iklan PKS itu membuat citra PKS ikut merosot. Prediksi saya, PKS akan mendapat suara kurang dari 10%, kira-kira antara 5 hingga 8%, kecuali jika ada keajaiban dalam waktu 3 hari ini.


Nah, itulah hasil prediksi saya Bisa benar bisa salah, namanya juga perkiraan. Anda boleh setuju boleh tidak. Hasil sebenarnya baru kita peroleh setelah tanggal 9 April nanti. Lalu partai-partai lain bagaimana nasibnya? Mereka hanya pelengkap penderita saja, tidak banyak dilirik oleh rakyat dan tidak akan lulus parliament threshold. Sebagian besar parpol baru tidak mempunyai akar massa, jadi mereka agak sulit meraih dukungan. Partai-partai baru dibentuk karena ambisi segelintir elit parpol mereka saja, mereka tidak melihat realitas yang ada bahwa parpol di Indonesia sangat ditentukan oleh ketokohan (kecuali PKS) dan kalangan akar rumput yang mendukungnya, Jika tidak punya massa, jangan sekali-sekali bikin partai. Percuma.

1 komentar: