Minggu, 28 Juni 2009

AIRIN DISEBUT-SEBUT CALON WALIKOTA TANGSEL



CIPUTAT-Meski pemilihan walikota baru digelar tahun 2010 mendatang, namun sejumlah tokoh mulai menebar simpati melalui berbagai spanduk atau baliho. Mereka yang mulai menebar simpati ini memang sejak awal disebut bakal maju dalam Pilkada mendatang.

Nama-nama seperti Yayat Sudrajat, Ayi Ruhiyat (Asisten Daerah II Kota Tangsel), Nanang Komara (Setda Kota Tangsel), Arif Wahyudi (Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tangerang), Airin Rachmi Diany (Mantan Calon Wakil Bupati Tangerang), Media Warman (Anggota DPRD Banten) dan sejumlah nama lainnya adalah sebagian di antara sekian banyak nama yang disebut-sebut menjadi calon kandidat bursa walikota Tangsel.

Dari pantauan di sejumlah ruas jalan Kota Tangsel, poster, spanduk bahkan baliho milik sebagian nama-nama tersebut sudah marak terpasang. Rata-rata bunyi kalimat dalam baliho itu berisi dukungan, ajakan dan kenginan Kota Tangsel menjadi kota yang lebih mandiri. Misalnya spanduk milik Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tangerang yang berbunyi ‘Mari Bangun Kota Tangsel Menjadi Kota Madiri,’ yang terpasang di persimpangan jalan kawasan BSD, Pamulang dan Ciputat.

Lain Lagi dengan Yayat Sudarajat yang juga seorang pejabat di lingkungan Pemkab Tangerang. Dalam spanduknya, Yayat menyatakan ‘Kota Baru, Harapan Baru oleh Pembaharu, Kota Tangsel Milik Kita’. Bahkan selain melalui spanduk, Yayat telah mendeklarasikan niatnya maju sebagai kandidat walikota Tangsel beberapa waktu lalu di Bogor, Jawa Barat.

Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Adi Prayitno mengatakan, gairah politik akan semakin tinggi pada daerah pemekaran. Pasalnya, di sebuah daerah ‘tidak bertuan’ ini persaingan antarkandidat semakin terbuka. “Kota baru tidak memiliki incumbent, makanya semua orang yang merasa mampu maju menjadi kandidat akan mengambil langkah jauh-jauh hari,” kata Koordinator Lingkar Madani (LIMA) Banten ini, Selasa (2/6).

Masih kata dia, sebenarnya terlalu dini bagi sejumlah nama yang telah mencul ke permukaan untuk menyodorkan kemampuannya menjadi walikota definitif. “Sah-sah saja memang. Namun, alangkah lebih baik jika biarkan dulu pejabat yang ada menyelesaikan seluruh kewajibannya melengkapi susunan pemerintahan kota ini. Kita lihat DPRD-nya saja belum ada,” ujarnya.

Sedikit mengulas, setiap kota baru pasti menyertakan aura politik yang tidak kecil. Sebab, data yang dimilikinya, sebuah pemekaran tidak lepas dari kepentingan politik sejumlah elit. “Prediksi awal akan sangat banyak elit-elit politik Kota Tangsel yang akan muncul untuk memenuhi kursi-kursi kandidat walikota Tangsel,” pungkasnya. (cr-3)

Selasa, 23 Juni 2009

sehat gratis ??


Tak ada yang meragukan lagi bahwa kesehatan bukanlah barang murah yang dapat di beli dan nikmati oleh seluruh rakyat di negeri ini. Kita sudah muak mendengar berita di media tanah air yang menyiarkan: seorang ibu nekat kabur dari rumah sakit setelah melahirkan karena tak memiliki biaya; seorang pria nekat menjadi pencopet karena terpaksa tak punya uang untuk membiayai istrinya yang dioperasi; tak mampu obati tumor anak, seorang ibu terpaksa menjadi pengemis di jalan untuk mengumpulkan uang, dan lain sebagainya.

Bagi rakyat kecil, di saat sehat harus berhadapan dengan mahalnya harga-harga kebutuhan pokok; pendidikan; sewa rumah; dan bayar listrik. Kemudian dikala tidak sehat, alias sakit, harus berhadapan dengan harga obat yang mahal, ongkos rumah sakit yang juga tidak sedikit, dan bisa-bisa malah jadi korban mal praktik dokter karena orang miskin biasanya ditangani secara sembarangan. Sembuh tidak sembuh jika orang miskin jatuh sakit yang tersisa hanyalah kebangkrutan. Urusan penyakit dan penanganannya sudah seperti lingkaran setan bagi kaum miskin.

Kemiskinan menjadikan mereka begitu dekat dengan sumber penyakit. Namun dewasa ini penyakit tidak melulu karena perilaku hidup yang jorok. Ledakan industri makanan misalnya, ikut menceburkan masyarakat ke dalam kubangan penyakit berbahaya. Politik Kesehatan ala Pemerintahan SBY-Kalla -- Pada saat pemilu, Presiden selalu bergembar- gembor akan memperbaiki pelayanan kesehatan bagi rakyat, rakyat akan mendapat kemudahan dalam pelayanan kesehatan. Kini janji tersebut tinggal janji. Betapa tidak, setiap minggu kami masih saja menerima pengaduan dari warga miskin yang menjadi anggota agar dibantu mendapatkan pelayanan kesehatan gratis.

Pemerintah selalu berkelit dengan keterbatasan anggaran ketika didesak untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat. Karena dana cekak pula pemerintah belum berhasil membuat pintar rakyat sehingga mereka bisa menghindari penyakit dan rumah sakit. Tapi kita tidak percaya begitu saja, coba anda banyangkan andai Pemerintah SBY-Kalla mau menggunakan cicilan hutang luar negeri, hasil keuntungan industri pertambangan dan harta koruptor untuk membiayai pembangunan dalam bidang kesehatan, berapa juta rakyat yang dapat di selamatkan dari aneka macam bahaya penyakit dan kekurangan gizi ?

Puskesmas yang semestinya bisa menyehatkan banyak rakyat, penampilannya belum berperan secara optimal. Selama ini fungsi puskesmas baru sebatas pusat pelayanan kesehatan, dan belum berfungsi sebagai pusat pendidikkan dan pelatihan bagi penduduk setempat dalam mengenal cara hidup sehat. Tak heran, ketika wabah penyakit menjalar, pemerintah seringkali gagal untuk bergerak lebih cepat mengantisipasinya. Dari pengamatan lapangan, kami masih menemui berbagai hambatan yang dilakukan oleh birokrasi pemerintahan tingkat RT-RW- Kelurahan (tidak mau memberikan surat keterangan tidak mampu), dan banyak dari mereka yang belum mengetahui kebijakan pemerintah tentang layanan kesehatan gratis bagi rumah tangga miskin. Dan masih juga ada pegawai kesehatan seperti pegawai Puskesmas, jajaran Rumah Sakit, jajaran Dinas Kesehatan, yang dengan sadar sering mempersulit rakyat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.

Misalnya, rakyat miskin yang mau mendapatkan layanan gratis di RS harus memiliki prosedur yang lengkap (memiliki GAKIN/ ASKESKIN (sekarang Jamkesmas) / SKTM. Padahal mereka tak memiliki kartu tersebut karena tak dicatat sebagai rakyat miskin oleh BPS atau oleh pejabat pemerintahan ditingkat lokal), dan terkadang ada di antara mereka yang melakukan pungutan liar terhadap rakyat yang sedang membutuhkan pelayanan kesehatan.

Rabu, 17 Juni 2009

RANO KARNO




Artis terjun ke politik, pantes gak sih? Kalo menurut gw ya wajar-wajar aja. Artis juga warga negara biasa yang punya hak memilih dan dipilih. Di dunia perpolitikan, kita bahkan bisa liat beberapa artis yang “bisa bicara” dan bukan sekedar “penyumbang suara” bagi partai. Bahkan di luar negeri, Amerika tercatat memiliki beberapa Presiden dan Gubernur dengan latar belakang artis dan ternyata mempunyai kinerja yang bisa dibilang bagus.

Setiawan Djodi, Sophan Sopian, Marissa Haque, Rieke Diah Pitaloka, Sys NS, dan beberapa artis lain merupakan contoh artis Indonesia yang sukses berkarir di parpol dan punya kemampuan untuk bicara. Keberhasilan Rano Karno jadi wakil bupati Tangerang dan Dede Yusuf jadi wakil gubernur Jawa Barat juga merupakan bukti bahwa artis mendapat kepercayaan dari masyarakat untuk menjadi pemimpin.

Beberapa hari yang lalu, waktu gw memuji pencalonan Dede Yusuf di Pilkada Jawa Barat. Gw berpendapat bahwa negara ini butuh kaum muda sebagai pemimpin. Tapi muda yang kayak gimana? Sebagai pemimpin sebuah kota, usia Saiful yang baru sekitar 28 tahun bagi gw bukan muda, tapi terlalu muda. Mungkin lebih baik kalo Saiful dicalonkan 10-15 tahun lagi supaya dia udah bener-bener mateng. 28 mah hanya setaun lebih tua dari gw atuh… liat gw? Masih ABG kan? hahahaha……

Pandangan politik. Setiawan Djodi, Marissa Haque, Rieke Diah Pitaloka, Sys NS, Rano Karno, dan Dede Yusuf selama ini dikenal orang sebagai artis yang punya pandangan politik sendiri, terlepas dari pro-kontranya. Jadi, ketika mereka dicalonkan, orang udah bisa menilai kira2 gimana sih karakter artis itu, kemampuannya memimpin, dll. Gak blank kayak orang ngeliat Saiful Jamil. Bahkan, kalo artis senior kayak Deddy Mizwar dan Iwan Fals mau terjun ke politik, gw yakin banyak parpol bakal rebutan narik mereka karena kedua artis itu selama ini udah terkenal tentang pandangannya dan sifat kritisnya dalam bernegara.

Pendidikan. Oke, gak semua artis yang terjun ke politik punya titel mentereng kayak Marissa Haque. Tapi, meskipun pendidikan sangat dibutuhkan, toh orang bisa menilai gimana kualitas pemikiran seseorang dari penampilan luarnya. Agus Marto pernah bilang “Gak perlu seorang dokter untuk jadi kepala rumah sakit”. Dalam hal ini gw sepakat, tapi ada perkecualian. Kepala rumah sakit memang gak perlu seorang dokter. Tapi mungkin gak rumah sakit dikepalai ama kuli bangunan? Enggak kan? Tetep ada batasannya. Sama dengan artis yang terjun ke politik. Mungkin kebanyakan artis gak sempet kuliah tinggi-tinggi, tapi dari cara si artis itu ngomong, tingkah lakunya, gayanya, dll kita bisa menilai apakah dia berpendidikan atau enggak.

PERSITA TERDEGRADASI.....



TANGERANG—Pil pahit setidaknya harus ditelan Persita. Bagaimana tidak, tim berjuluk Pendekar Cisadane itu harus menelan kegetiran selama berlaga di Liga Super Indoenesia (LSI) musim ini. Bahkan kini, Tim Ungu-Ungu terancam tersingkir dari kompetisi paling bergengsi di tanah air itu.

Atas prestasi yang belum maksimal itu, Persita kemungkinan harus turun satu peringkat ke Liga Divisi Utama pada musim kompetisi tahun depan. Laga akhir melawan Persik di Stadion Brawijaya Rabu (10/6), menguatkan ancaman Persita harus terjun ke Divisi Utama.

Terdegradasi dari LSI, menjadi pilihan sulit, bukan saja bagi pemain namun tentunya juga bagi manajemen Persita. Kabarnya, manajemen Persita pun sudah bersiap untuk melepas sejumlah pemainnya.

"Sampai saat ini belum ada kepastian (melepas pemain), tapi kemungkinan besar akan banyak," kata Sekretaris Persita, Ali Subhan saat usai Persita dikandaskan Persik 1-3 di Stadion Brawijaya Rabu (10/6) lalu.

Namun ia mengaku belum memastikan siapa saja pemain yang akan dipertahankan untuk kompetisi musim depan. "Yang jelas akan ada seleksi dan degradasi," ujarnya seraya memperkirakan melihat kondisi saat ini, akan banyak pemain yang kemungkinan memilih pindah.

Dari informasi yang berkembang, pemain muda yang memilih pindah dari Persita diantaranya disebut-sebut Yusuf Sutan Mudo, Arwin, Yulian Hontong, Sunar Sulaiman, Supriyadi dan juga penjaga gawang Bayu Cahyo Wibowo.

Kemungkinan itu diakui Pelatih Persita Zainal Abidin. Bahkan Zaenal sendiri juga mengaku belum pasti apakah kembali dikontrak atau tidak oleh Persita. "Kalau saya nurut saja," ungkap Zainal.

Sementara General Manajer Persita, Eka Wibayu menyatakan, sah-sah saja semua prediksi miring terkait prestasi tak memuaskan yang ditorehkan Persita pada musim ini. Eka menyatakan belum yakin Persita turun peringkat ke divisi utama sebelum mendengar langsung dari induk olahraga sepakbola.

“Kita rencananya akan ke BLI (Badan Liga Indonesia) hari Rabu nanti, mau cari informasi lanjutan,”katanya kemarin (11/6).

Mengenai seleksi pemain atau bahkan melepas pemainnya, kata Eka, Manajemen Persita terlebih dahulu akan membahas hasil LSI. Setelah hasilnya diketahui, manajemen akan menentukan. “Soal seleksi atau melepas pemain itu dinamika yang biasa terjadi setelah kompetisi selesai. Kan kita punya pemain binaan U-21, yang punya prestasi bisa kita usulkan masuk ke skuad Persita senior,”tandas Sekretaris Gapensi Kabupaten Tangerang ini.(det/fit)

Jumat, 12 Juni 2009

PASTIKAN SEKOLAHMU BEBAS PUNGUTAN Gerakan Antikorupsi agar Sekolah Gratis



PASTIKAN SEKOLAHMU BEBAS PUNGUTAN
Gerakan Antikorupsi agar Sekolah Gratis

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa salah satu tujuan didirikan negara Indonesia adalah mencerdaskan seluruh rakyat. Cara yang digunakan untuk mencapainya dengan memanfaatkan institusi pendidikan seperti sekolah atau perguruan tinggi. Melalui institusi tersebut negara diberi kewajiban untuk membuka akses bagi semua anggota masyarakat agar memperoleh layanan pendidikan bermutu.

Secara lebih tegas hal tersebut dinyatakan dalam Pasal 30 amandemen keempat UUD 1945. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Kemudian agar benar-benar menjamin kewajiban tersebut dilaksanakan dengan baik, negara diharuskan menyediakan anggaran untuk sektor pendidikan. Jumlahnya tidak boleh kurang 20 persen dari total anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Hal yang sama ditegaskan dalam undang-undang sistem pendidikan nasional (UU Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003. Pemerintah dan pemerintah daerah diwajibkan memberi layanan dan kemudahan, serta menjamin pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa ada diskriminasi. Karenanya pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun

Kedua aturan tersebut dengan jelas menerangkan bahwa mutu dan bebas biaya dalam pelayanan pendidikan menjadi satu bagian. Artinya, selain harus membiayai seluruh kegiatan operasional pendidikan, pemerintah pun bertanggungjawab dalam peningkatan mutu guru, ketersediaan buku ajar, serta peralatan dan perlengkapan belajar mengajar.

Namun, dari hasil riset Indonesia Corruption Watch (ICW) sejak tahun 2003 hingga 2008, di beberapa daerah, antara lain; Jakarta, Tangerang, Garut, Lombok, Makasar, Padang, Banjarmasin, Sumba, Bau-Bau, dan Padang, kenaikan anggaran pendidikan justru diikuti kenaikan biaya yang ditanggung oleh orang tua murid untuk penyelenggaraan sekolah.

Pada tingkat SDN, orang tua murid pada beberapa daerah tersebut dalam satu tahun mengaku mengeluarkan total biaya sebesar Rp. 4,7 juta Sebanyak Rp 1.5 juta untuk biaya yang langsung dikeluarkan bagi sekolah, seperti membayar iuran komite, pembelian buku pelajaran, pendaftaran ulang atau membayar kegiatan ekstrakurikuler. Sisanya Rp 3,2 juta, untuk membiayai kegiatan pendidikan yang tidak secara langsung diberikan kepada sekolah. Contohnya, transportasi ke sekolah, membeli tas, serta seragam.

Biaya pendidikan yang mahal dengan sendirinya menghambat warga, terutama kelompok miskin untuk memperoleh pelayanan pendidikan. Tingkat partisipasi pendidikan akan menurun, sedangkan angka putus sekolah makin bertambah. Targetan menyelesaikan program wajib belajar pada tahun 2008 dipastikan tidak tercapai.

Pada sisi lain, walaupun orang tua telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit dalam penyelenggaraan pendidikan, pelayanan yang mereka terima masih buruk. Tergambar dari berbagai indikator penunjang layanan seperti bangunan sekolah, peralatan dan perlengkapan mengajar, serta pengajarnya berada dalam keadaan yang buruk. Ratusan ribu bangunan sekolah dalam kondisi tidak layak pakai, bahkan banyak diantaranya yang roboh. Begitupun peralatan dan perkengkapan belajar mengajar yang masih kurang. Pada sisi pengajar, selain kurang dan tidak merata, secara kualitas mayoritas guru dinilai masih bermutu rendah.

Berdasarkan data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas, Pada tingkat sekolah dasar (SD) sebagai contoh, dari total guru SD sebanyak 1.234.927, sekitar 609.217 atau 49,3 persen tidak layak mengajar. Begitupun kondisi ruang belajar , dari total 865.258 ruang SD, 47,9 persen rusak, 23,3 persen diantaranya dalam kondisi rusak berat.

Telah terjadi anomali dalam pendidikan nasional. Secara logika, tambahan anggaran semestinya mampu menekan biaya yang dikeluarkan oleh orang tua murid dan mendorong perbaikan layanan pendidikan. Dalam kenyataan, walau anggaran yang disediakan negara terus bertambah, tapi dana yang dikeluarkan orang tua makin meningkat, tapi di sisi lain, pelayanan justru bertambah buruk.

Oleh karena itu, Indonesia Corruption Watch sebagai lembaga yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi, mendorong partisipasi aktif warga untuk melakukan perlawanan terhadap praktek korupsi, salah satunya praktek korupsi di sekolah. Saat ini ICW bekerja sama dengan Yappika, sebuah lembaga nirlaba yang mempunyai perhatian khusus kepada kebijakan pelayanan yang adil dan berkualitas, seperti pelayanan pendidikan, dan Dompet Dhuafa, lembaga nirlaba yang khidmad dalam pemberdayaan masyarakat yang kurang mampu, mencanangkan Program “Pastikan Sekolahmu Bebas Pungutan”

Kamis, 11 Juni 2009

MENYOAL KINERJA GUBERNUR BANTEN..


BAGAIMANA MENURUT ANDA KINERJA Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, SE ???

(lahir di Ciomas, Serang, Banten, 16 Mei 1962; umur 47 tahun) adalah Gubernur Banten saat ini. Ia adalah Gubernur Wanita Indonesia pertama. Pada 4 Januari 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengirim radiogram tentang keputusan presiden (keppres) penetapan gubernur melalui Departemen Urusan Dalam Negeri. Radiogram No 121.36/04/SJ tertanggal 4 Januari 2007 ditandatangani Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri Progo Nurjaman.

Radiogram berisi permintaan kepada Ketua DPRD Banten agar mengadendakan dan menetapkan jadwal rapat paripurna istimewa DPRD dalam rangka pelantikan gubernur dan wakil gubernur terpilih.Bersama wakil gubernur terpilih Mohammad Masduki, ia dilantik pada 11 Januari 2007 dalam Sidang Paripurna Istimewa di Cipocok Jaya, Serang. Pelantikannya dipimpin oleh Ketua DPRD Ady Surya Dharma.

Pelantikan yang dilakukan oleh Menteri Urusan Dalam Negeri Muhammad Ma'ruf dihadiri sekitar 2700 undangan. Selain Gubernur Jakarta Sutiyoso, hadir juga Ketua DPR-RI Agung Laksono dan Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad serta bupati/walikota se-Provinsi Banten dan sejumlah tokoh nasional lain.
Sidang paripurna mendapat pengamanan sedikitnya 2500 anggota kepolisian, Tentara Nasional Indonesia, Satuan Polisi Pamong Praja, serta petugas Dinas Perhubungan di sekitar Gedung DPRD dan sepanjang jalan menuju lokasi pelantikan.

Sebelumnya, Ratu Atut terpilih sebagai Wakil Gubernur berpasangan dengan Djoko Munandar pada 11 Januari 2002. Ketika Djoko Munandar dicopot dari jabatannya karena terkait kasus korupsi, ia ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Gubernur Banten. Ia adalah wanita pertama yang menjabat sebagai gubernur sebuah Provinsi di Indonesia.

Dalam penjalankan amanah APBD, Gubernur Banten selaku pimpinan dari Pemerintah Provinsi Banten haruslah senantiasa berorientasi pada pembangunan Banten yang keseluruhan, utuh, dan sempurna atau tidak parsial. Setelah tersusun program kegiatan, terdapat beberapa indikator untuk menilai keberhasilan kinerja.Melansir pernyataan Yayat suhartono ,

pertama adalah indikator hasil (output) yang sangat berkaitan dengan penggunaan dana. Apakah dana yang terkumpul untuk melaksanakan program habis terpakai dengan baik. Dalam menentukan indikator kinerja pada LKPJ 2008, Gubernur sangat dominan sekali penggunakan indikator ini, bahkan terkesan hanya menjadikan indikator output sebagai satu-satunya indikator. Gubernur secara detail melaporkan penggunaan dana belanja APBD ke dalam kelompok-kelompok belanja, seperti belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, belanja modal, belanja bagi hasil, dan belanja tidak tersangka. Jika hanya menilai kinerja Gubernur dari indikator output semata, maka sangat mudah sekali mendapatkan kategori “sangat baik” dalam pencapaian target, karena hanya bertumpu pada angka-angka matematis saja.

Kedua adalah indikator pendapatan (outcome) yang memunculkan timbal balik antara program pembangunan dan pendapatan. Apakah program pembangunan yang dilakukan menghasilkan timbal baik pendapatan bagi kas daerah. Acap kali, Gubernur melupakan indikator ini dalam penyusunan LKPJ 2008. Penggunaan dana belanja APBD hanya berorientasi pada penghabisan anggaran belanja (output) tanpa memperhatikan timbal balik pendapatan bagi kas daerah yang bisa diperoleh dari proyek-proyek pembanguanan strategis.

Ketiga, indikator manfaat (benefit) yang berujung pada kemanfaatan dan kemaslahatan pembangunan bagi rakyat berdasarkan skala prioritas. Apakah program pembangunan yang dilakukan berdasarkan kebutuhan dan benar-benar bermanfaat serta dirasakan oleh rakyat. Selama ini program pembangunan sering sekali meninggalkan indikator ini sebagai penentu hasil kinerja. Selama ini dana belanja dihabiskan untuk mengejar target output semata dan pembangunan terkesan hanya memenuhi kebutuhan sekelompok kecil di masyarakat Banten. Jika kita mau jujur, kinerja Gubernur dapat dikatakan sangat baik, manakala pendidikan murah, kesehatan, infrasturuktur, transportasi, perekonomian kerakyatan dapat terealisir dengan nyata di depan mata, bukan di atas kertas. Jika kita nilai dari indikator manfaat, bisa jadi kinerja Gubernur akan jauh dari sempurna. Apakah mungkin capaian pembangunan dikatakan sangat baik, jika pendidikan dan kesehatan masih menjadi barang mewah bagi sebagian besar rakyat Banten, infrastruktur transportasi masih jauh dari standar, dan perekonomian masih terkesan dimonopoli kelompok tertentu.

Keempat, indikator dampak atau pengaruh (impact). Apakah program pembangunan yang dijalankan pemerintah berpengaruh terhadap rakyat secara luas. Apakah peningkatan kualitas aparat publik berpengaruh pada peningkatan pelayanan publik. Apakah program penegakkan supermasi hukum membuat jera para koruptor dan menceraikan persekongkolan hina pengusaha-penguasa-pengadilan. Apakah prioritas peningkatan infrastruktur berpengaruh dengan meningkatnya laju perekonomian kerakyatan. Apakah program pemasyarakatan IPTEK berujung pada masyarakat Banten yang cerdas. Apakah program pelayanan kesehatan dapat menurunkan tingkat kematian ibu melahirkan sekaligus meningkatkan taraf hidup rakyat Banten secara keseluruhan. Indikator pengaruh hampir tidak ditemukan sebagai salah satu penentu capaian keberhasilan kinerja Gubernur.

Kembali membaca Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Banten, berarti menemukan ketimpangan dan ketidakadilan di sana. Gubernur hanya menilai capaiannya dari indikator output saja. Kinerja Gubernur 2007-2009 hanya dinilai melalui pendekatan positivis dan matematis di mana angka sangat berjaya di atas segala-galanya. Seharusnya Gubernur membuka mata, hati, dan telinga dalam menilai kinerja pembangunannya. Gunakan indikator yang lebih adil dan jujur supaya nampak kebenaran itu dengan nyata. Sesuaikan indikator normatif yang digunakan oleh pemerintah dengan indikator masyarakat? Jika indikator ini berbeda, lantas untuk siapa pemerintah membangun?***

Jumat, 05 Juni 2009

Orang miskin yang sakit jangan lagi ditambah susah


Orang miskin yang sakit jangan lagi ditambah susah
Sakit..adalah sesuatu yang tidak pernah diharapkan..namun jika dia datang tidak memilih apakah kita lagi punya 'duit' untuk berobat atau tidak..yang jelas saat itu juga harus segera diobati.

Sementara faktanya..saat ini banyak warga kita, khususnya di Tangerang..masuk kategori 'miskin' atau 'SADIKIN' Sakit Sedikit jatuh Miskin. Sedangkan masyarakat yang hidupnya apa adanya karena miskin,juga sangat rentan dengan segala macam penyakit.

Dimana peran pemerintah dalam menyelesaikan masalah ini?

Ada paling tidak 8 hal yang harus dilakukan :

1. Harus Ada kemauan kuat dari pemerintah dan wakil rakyat untuk PEDULI kepada yang miskin
2. Buatlah DATABASE orang yang miskin dengan "kriteria yang jelas" dan harus secara berkala di update
3. Identifikasi semua elemen yang bisa diSINERGIkan,misalnya: RS pemerintah,RS swasta, Lembaga zakat, Dinas Pajak, Bupati /Walikota/Kepala daerah dan DPRD
4. Perbesar porsi ANGGARAN untuk membantu yang miskin, efisiensi anggaran dan bebaskan dari calo proyek dan korupsi di birokrasi maupun legislatif
5. Perbesar kesadaran masyarakat untuk menyalurkan zakatnya ke lembaga yang credible
6. Buat kebijakan pada seluruh RS Swasta untuk menyediakan porsi tertentu untuk membantu yang miskin
7. Mudahkan prosedur untuk melayani mereka, dan semua harus menjaga komitmennya
8. Buat konversi pajak pada RS swasta untuk menangani yang miskin

Sakit bukan kemauan kita dan mereka..maka bantulah mereka mudahkanlah ..semoga keberkahan akan menyelimuti kehidupan kita...

contoh definisi 'miskin'
Menurut statistik Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, terdapat 17 kriteria warga miskin, yakni
1.luas lantai rumah <8 meter persegi.
2.jenis lantai rumah dari tanah,
3.dinding rumah terbuat dari kayu atau papan berkualitas rendah,
4.jamban atau MCK tidak ada.
Kemudian,
5.sumber air minum bukan air bersih,
6.penerangan yang digunakan bukan listrik,
7.bahan bakar yang digunakan minyak tanah, kayu, dan arang.
Lalu,
8.frekuensi makan dalam sehari kurang dari tiga kali,
9.kemampuan membeli daging atau ayam tidak ada,
10.pendidikan kepala keluarga belum pernah sekolah atau minimal SD,
11.kemampuan berobat ke Puskesmas atau klinik tidak ada,
12.pekerjaan sebagai petani, nelayan, perkebunan dan buruh.
Selain itu,
13.kemampuan membeli pakaian baru bagi setiap anggota keluarga tidak ada, dan
14. kepemilikan aset atau barang berharga minimal Rp 500 ribu,
15. penghasilan maksimal Rp 125 ribu per bulan per jiwa untuk kriteria sangat miskin.
16.Penghasilan maksimal Rp 150 ribu per bulan per jiwa untuk kriteria miskin.
Kemudian,
17.penghasilan maksimal Rp 175 ribu per bulan per jiwa untuk kriteria hampir miskin.

pertanyaannya sudah tepatkah kriteria tsb?

Rabu, 03 Juni 2009

SBY


Majalah TIME telah memilih 100 Tokoh Berpengaruh Dunia Tahun 2009 (TIME 100). Dari ke-100 Tokoh dibagi menjadi 5 kategori, yaitu : Leaders & Revolutionaries, Builders & Titans, Artist & Entertainers, Heroes & Icon, dan Scientists & Thinkers. Hebatnya Presiden kita, SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) masuk dalam daftar tersebut. Bagaimana tanggapan SBY atas masuknya dalam 100 Tokoh Dunia 2009 ?

“Oh sudah keluar ya, Alhamdulillah. Pak SBY tentu merasa sangat bangga masuk dalam TIME 100,” kata Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng. Read the rest of this

Tags: Hillary Clinton, Edward Kennedy, Gordon Brown, Christine Lagarde, Thomas Dart, Avigdor Lieberman, Joaquín Guzmán, Nouri al-Maliki, Susilo Bambang Yudhoyono, Boris Johnson, Norah al-Faiz, Elizabeth Warren, Paul Kagame, Nicolas Sarkozy, Angela Merkel, Wang Qishan, Xi Jinping, David McKiernan, Ashfaq Kayani, Barack Obama, The Twitter Guys, T. Boone Pickens, Ted Turner, Tessa Ross, Carlos Slim, Brad Pitt, Meredith Whitney, Suze Orman, Lauren Zalaznick, Timothy Geithner, Nandan Nilekani, Stella McCartney, Jamie Dimon, Sheila Bair, moot, Alexander Medvedev, Alan Mulally, Robin Chase, Jack Ma, Bernie Madoff, Rush Limbaugh, M.I.A., Sam and Dan Houser, Kate Winslet, Werner Herzog, William Kentridge, Penélope Cruz, Lang Lang, John Legend, Elizabeth Diller and Ricardo Scofidio, Gustavo Dudamel, Jeff Kinney, Tavis Smiley, The View, Zac Efron, Tina Fey, Tom Hanks, Jay Leno, A.R. Rahman, Judith Jamison, Michelle Obama, Chesley B. Sullenberger, Richard Phillips, Seth Berkley, Michael Eavis, Leonard Abess, Hadizatou Mani, Rick Warren, Van Jones, Somaly Mam, Rafael Nadal, Suraya Pakzad, Jeff Bezos, Tiger Woods, George Clooney, Brady Gustafson, Sister Mary Scullion, Oprah Winfrey, Sarah Palin, Manny Pacquiao, Nouriel Roubini, Amory Lovins, Jon Favreau, Dambisa Moyo, Dan Barber, Yoichiro Nambu, Roland Fryer, Martin Lindstrom, Barbara Hogan, David Sheff, Steven Chu, Paul Krugman, Connie Hedegaard, Daniel Nocera, Stephan Schuster and Webb Miller, Nicholas Christakis, Doug Melton, Paul Ekman, Shai Agassi, Nate Silver, 100 Tokoh Berpengaruh Dunia 2009, TIME 100