Di wartakan Oleh Budi Usman
ABRASI PANTURA SIAGA 1
Tingkat abrasi (pengikisan) Pantai Tangerang hingga kini mencapai 51 persen dari total keseluruhan, yaitu 51 kilometer. Hal ini disebabkan oleh arus pantai yang cukup deras, tanggul penahan air yang lemah, kurangnya lahan hutan bakau, serta sisa-sisa eksplorasi pasir laut liar yang terjadi sekitar 3-5 tahun lalu.
Menurut Kepala Badan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang Benyamin Davnie, dalam dua tahun belakangan, pemerintah daerah telah menggelontorkan uang total Rp 2 miliar guna mencegah laju abrasi. Namun, anggaran itu dinilai belum mencukupi.
"Memang kebutuhan dana untuk penanggulangan abrasi sangat besar. Ke depannya, kami akan mencoba mengajukan ke tingkat provinsi dan pusat," ujar Benyamin, Selasa (11/11) di Jakarta. Benyamin juga mengatakan, pihaknya akan lebih intensif dalam membangun tanggul penahan air, serta memperluas hutan bakau yang berada di Pantai Tangerang. Mengenai kerugian, Benyamin mengaku tidak mengetahui angkanya. Namun, ia mengatakan bahwa kerugian material tetap ada.
Abrasi pantai di kawasan Tanjung Pasir, Teluk Naga, Tangerang, semakin parah. Tingkat pengikisan pantai atau abrasi di sepanjang pantai laut utara, terutama di Kecamatan Sukadiri sudah sangat mengkhawatirkan. Dua desa yakni Desa Karang Serang dan Desa Tanjung Kait terancam tergenang menjadi lautan.
Puluhan rumah penduduk kini berjarak tak lebih dari 10 meter dari bibir pantai. Ombak yang terus menggerus kawasan tersebut dikhawatirkan akan menyapu bersih rumah-rumah penduduk. Faktor penyebab abrasi ini adalah faktor alam dan penggalian pasir yang dulu dilakukan warga setempat.
"Abrasi pesisir Tanjung Pasir, Teluk Naga ,karang serang dan Tanjung Kaitjuga semakin parah meski saat ini penduduk setempat tak lagi menggali dan menjual pasir pantai," kata Direktur Eksekutif Komunike Tangerang Utara Budi Usman di Teluk Naga, Minggu (18/1/09).
Budi mengakui, masyarakat setempat dulu memang menggali pasir untuk dijual kepada pihak swasta. Pasir-pasir tersebut digunakan sebagai bahan bangunan. Di kawasan tersebut, dahulu juga dilakukan penjualan air laut untuk budidaya kerang.
Akan tetapi, saat ini, jual beli dan penggalian pasir itu sudah dilakukan. Bahkan, saat ini yang paling dibutuhkan warga Tanjung Pasir justru keseriusan Pemerintah Kabupaten Tangerang untuk menghambat abrasi agar tidak menjadi makin parah.
Dalam pengamatan, pesisir Tanjung Pasir,karang serang dan Tanjung Kait sepanjang tiga kilometer sudah jauh menjorok ke darat. Abrasi pun telah menyusutkan lebar pantai hingga tinggal beberapa meter saja. Di beberapa lokasi, penduduk membuat tanggul batu kali atau menempatkan kantung-kantung pasir. Jarak bibir pantai dengan rumah-rumah penduduk terkadang tidak sampai lima meter, sehingga bila pasang tiba, rumah-rumah penduduk tergenang.
Di perairan dangkal tampak beberapa pohon kelapa yang hampir mati. Pohon-pohon tersebut ada yang berjarak 10 meter, ada pula yang berjarak 30 meter dari garis pantai ke arah laut. Bahkan, rangka bangunan dan warung bekas milik warga sekarang ini juga terlihat masih berdiri di perairan dangkal.
Sangat cepat
Menurut penduduk setempat, areal di mana pohon-pohon kelapa sekarang berdiri di tengah laut itu dulu merupakan kebun kelapa.
"Abrasi di sini terjadi dengan cepat, terutama sekitar tahun 1999-2003. Dalam kurun waktu tersebut, di kawasan Tanjung Pasir ini belasan rumah penduduk tersapu ombak, bahkan dua lapangan bola tempat bermain warga terendam hingga menjadi laut. Penduduk yang tadinya tinggal sekitar 50 meter ke arah laut dari garis pantai sekarang membangun rumah kembali ke arah darat, sehingga permukiman nelayan di sini menjadi penuh sesak," kata Yani, seorang nelayan.
Menurut dia, penduduk setempat banyak yang memiliki surat girik namun tidak ada lagi tanahnya. Banyak di antara mereka yang menggadaikan surat tanahnya ke bank dengan hanya mendapatkan uang gadai Rp 1 juta-Rp 2 juta. Namun tak jarang penduduk yang merasa frustrasi merobek-robek dan membuang surat girik tersebut.
Di bagian barat kawasan Tanjung Pasir bahkan terdapat sebuah kebun kelapa seluas empat hektar yang belum lama terendam air laut. Saat ini, kawasan tersebut dibendung dengan tanggul kantong pasir oleh masyarakat setempat.
Yang merisaukan, tanggul kantong pasir itu mempunyai lebar sekitar empat meter, sementara di belakang tanggul terdapat lahan tambak seluas sekitar 10 hektar. Yani khawatir tanggul itu suatu saat jebol.
Kerusakan pesisir Tanjung Pasir sebenarnya disebabkan pula oleh rusaknya hutan bakau di sepanjang pantai. Apalagi saat ini, terpaan ombak yang didorong angin kencang begitu besar.
Pada tahun 2002, Pemerintah Kabupaten Tangerang pernah menanam 165.000 pohon bakau di beberapa tempat, tetapi sekarang sudah musnah
Tingkat pengikisan pantai atau abrasi di sepanjang pantai laut utara, terutama di Kecamatan Sukadiri sudah sangat mengkhawatirkan. Dua desa yakni Desa Karang Serang dan Desa Tanjung Kait terancam tergenang menjadi lautan.
Dari tahun lalu, semula abrasi melanda pesisir sekitar 30 kilometer panjangnya dan sekitar ratusan meter dari garis pantai. Namun saat ini daratan yang digerus ombak menjadi lautan bertambah 2 sampai 3 kilometer pada pesisir sepanjang 50 kilometer.
Namun hingga kini baik pemerintah Desa, kecamatan hingga pemerintah Kabupaten Tangerang tidak merespon usaha tersebut, tetapi sebaliknya terkesan menutup mata. “Biasa pemerintah mah begitu, kalau belum ada korban masih tenang saja, karena mereka hingga kinipun mereka tidak menggubris,” kata Madsani.
Dia mengungkapkan, setiap hari tanah yang tergerus ombak terus meluas menjorok ke darat. Akibat peristiwa ini, masyarakat sekitar pesisir merasa cemas dan khawatir menjadi korban abrasi.
Dengan meluasnya abrasi di dua desa di Kecamatan Sukadiri ini, ratusan rumah terancam terkikis.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, pemerintah daerah sebelumnya telah menyediakan lahan ditanami pohon bakau (mangrove), tetapi ditebangi warga setempat untuk keperluan bahan kayu. Selain itu, juga tekah dibangun turab yang terbuat dari bambu. Turab tersebut rusak, karena tidak kuat menahan ombak.
Dibagian lain, ketika ditanyakan permintaan membangun tanggul permanen di dua desa itu, Kepala Dinas PU Binamarga, Dedi Sutardi mengatakan, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Dinas Perikanan dan Kelautan (DPK) dan sebelumnya harus dilakukan kajian terlebih dahulu atas pembangunan tanggul itu. “Mesti dikaji dulu. Mendesak atau tidak?,” kata Dedi. Bahkan Pemkab Tangerang beberapa waktu lalu pernah mengerjakan proyek turap mengunakan bambu di pantura tapi hasilnya belum memadai.
Demikian pula guna mengurangi kecepatan gelombang, di bibir pantai disusun batu belah mengunakan kawat, namun akibat kuatnya terjangan gelombang, maka sebagian batu akhir berderakan di dasar laut.
Sementara itu, Bupati Tangerang, H. Ismet Iskandar mengatakan dirinya prihatin terhadap gelombang pasang yang menghantam kawasan pantura belakangan ini sehingga merugikan penduduk terutama para nelayan.Pihak Pemkab Tangerang, katanya, sudah peduli terhadap masalah ini dengan memasang batu belah tersusun kawat tapi gelombang besar sulit untuk dijinakkan karena adanya kekuatan alam.
KITA berharap agar penduduk yang berada di dekat pantai supaya secepatnya pindah ke lokasi yang lebih aman agar dapat menghindari bencana,dan semoga pemerintah dapat melakukan antisipasi komprehensif dan serius agar jangan sampai "bencana" tersebut makin meluas dan dahsyat !!!***